Politeknik Statistika STIS |
AKURATNEWS, JAKARTA - Politeknik Statistika STIS mengadakan ujian akhir semester (UAS) tatap muka perdana setelah melewati masa pandemik mulai Senin, 12 Desember 2022 hingga Jumat, 23 Desember 2022. Semester gasal 2022 ini memang merupakan semester perdana bagi mahasiswa Polstat STIS untuk melaksanakan perkuliahan tatap muka setelah dua tahun lamanya menjalani perkuliahan daring pada masa pandemik Covid-19. Hal ini tentu menjadi momen yang sangat berkesan, terutama bagi mahasiswa Prodi D-3 Polstat STIS yang berasal dari daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal), tidak terkecuali mahasiswa tingkat II di kelas II D-3(5) angkatan 2021.
Selama masa pandemik, mereka harus menggunakan aplikasi Zoom
yang terhubung dengan email kampus untuk melasksanakan perkuliahan dari wilayah
pelosok sehingga terkadang mengalami kendala akibat masalah sinyal. Setelah
melewati satu tahun sejak awal perkuliahan, akhirnya mereka bisa bertatap muka
langsung dengan dosen dan rekan satu kelas yang memiliki daerah asal beragam.
Salah satu dosen pengampu matakuliah Bahasa Indonesia di
Prodi D-3, Nur Indah Yusari, S.Pd., M.Hum. mengatakan bahwa perkuliahan tatap
muka pada semester perdana ini merupakan suatu anugrah karena ia dapat kembali
bertemu langsung dengan mahasiswa dari daerah-daerah yang sangat jauh dari Ibu
kota tanpa harus mengalami keterbatasan karena sinyal ataupun wabah.
“Sejak awal dibentuknya Prodi D-3 di kampus ini beberapa
tahun lalu, saya merasa mendapat kehormatan karena diamanahkan untuk mengampu
prodi itu, mengingat mahasiswa yang ada di prodi tersebut bukanlah bahasiswa
biasa, melainkan anak muda pilihan yang berasal dari daerah 3T, tetapi memiliki
semangat juang yang tinggi untuk memajukan daerah merka masing-masing di Badan
Pusat Statistik (BPS) daerah.” tambahnya.
Rasakan Atmosfer
Abidatul Mujtahidah dan Muhammad Rafidzaky Wahyudi,
mahasiswi dan mahasiswa asal Kalimantan Tengah menuturkan bahwa bagi mereka,
perkuliahan luring lebih efektif daripada perkuliahan daring.
“Perkuliahan tatap muka sudah lebih baik dibandingkan dengan
perkuliahan secara daring karena dapat mempermudah mahasiswa untuk mengikuti
pembelajaran, mempermudah berdiskusi dengan teman satu kelas, dan mengurangi
kendala jaringan yang biasanya sering terjadi,” tutur Abida.
“Saya senang waktu mendengar rencana perkuliahan luring
karena tentu akan lebih mudah untuk menjalani perkuliahan, tetapi setelah
menjalaninya ternyata kuliah luring lebih menguras tenaga dan tugas yang
dibebankan pun cukup berat, tetapi di sisi lain, relasi dengan teman sangat
terjaga, fasilitas kampus dapat digunakan dengan maksimal, pembelajaran jadi
lebih efektif, dan sejauh ini dosen yang telah saya temui adalah dosen-dosen
yang hebat karena mereka memiliki cara mengajar yang berbeda dan semua
penyampaian materi dari mereka on point, teman-teman diskusi pun banyak
sehingga saya tidak hanya belajar dari dosen, tetapi juga dari mahasiswa lain,”
tutur Rafidzaky.
“Bisa merasakan atmosfer Ibu kota yang sangat berbeda dengan
daerah asal merupakan suatu hal yang luar biasa,” ungkap Robedo Fizikrin
Willhas, mahasiswa asal Nusa Tenggara Barat.
“Saya merasa senang dan bangga waktu pertama kali datang ke
Jakarta untuk memulai perkuliahan tatap muka di sekolah tinggi kedinasan karena
saya bisa mendalami ilmu statistika dengan lebih baik karena saat kuliah
daring, saya merasa masih sangat terbatas dalam menjalaninya meskipun ada
kekhawatiran karena di Jakarta saya dituntut harus bisa mandiri dan bertanggung
jawab dengan diri sendiri dan menghadapi lingkungan Ibu kota yang biasa saya
lihat melalui layar kacaa, tetapi saya
tetap berusaha untuk beradaptasi,” kata Maria Ignatia L. E. Muda, mahasiswi
asal Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Alifa Zalsabila Amir, mahasiswi asal Sulawesi Selatan
mengatakan, “Saat saya menjadi mahasiswa baru, perkuliahan masih online
sehingga ada keseruan yang hilang, yang seharusnya kami bertemu dengan
teman-teman baru, berkenalan, tetapi karena terbatas jarak, itu tidak dapat
dilakukan.”
“Tugas-tugas yang ada pun akhirnya dikerjakan
sendiri-sendiri karena kami malu dan canggung untuk berkomunikasi secara online
dengan teman-teman yang lain,” tambah Alifa, “tentu ada banyak hambatan yang
dialami selama perkuliahan pada masa pandemik, salah satunya adalah kendala
jaringan, apalagi jika di daerah kami tiba-tiba mati listrik, wifi pun akan
terputus.”
Hal yang sedikit berbeda disampaikan Irsan Triadi dan Endang
Sulistia, mahasiswa dan mahasiswi asal Lombok, Nusa Tenggara Barat tentang
perasaan waktu pertama melakukan perkuliahan tatap muka di kampus Polstat STIS.
Endang mengatakan, “Saat itu saya takut dan cemas karena mengetahui Jakarta
adalah wilayah dengan tingkat kriminalitas tinggi, terlebih lagi tujuannya
untuk mengikuti perkuliahan di sekolah tinggi kedinasan secara tatap muka
pertama kali, tentu itu menambah kecemasan saya karena saya takut tidak bisa
mengikuti semua proses pembelajaran dan melaksanakan peraturan dengan baik.”
“Perasaan saya sedikit cemas kala itu karena sekolah
kedinasan terkenal dengan kedisiplinan dan keseriusannya dalam belajar,
sedangkan saya merasa tidak seperti itu, terlebih faktor stigma buruk tentang
daerah Jakarta yang rawan kejahatan juga menambah rasa cemas,” tutur Irsan.
Kesan pertama saat melakukan perkuliahan tatap muka setelah
masa pandemik juga disampaikan Dwi
Unzila Putri, mahasiswi asal Bangka Belitung, “Tentunya saya sangat senang
karena bisa masuk di kampus impian saya, ditambah lagi di kampus tersedia
berbagai fasilitas yang sangat saya suka, seperti perpustakaan yang nyaman,
kantin yang bersih, dan masjid yang lumayan enak untuk beribadah.”
“Di sini dosennya juga baik dan mengajari saya dengan sabar
sampai benar-benar paham akan
materi yang disampaikannya, teman-teman
di kampus juga sangat mendukung dan membantu saya dalam berbagai aspek, baik
itu di dalam perkuliahan, seperti belajar bersama, dan mengingatkan tugas,
maupun kegiatan di luar perkuliahan, seperti kegiatan paguyuban,” tambah Dwi
Unzila.
Perkuliahan tatap muka pada akhirnya memaksa para mahasiswa
Polstat STIS untuk menjaga kedisiplinan, yang merupakan hal utama yang ditanamkan di kampus kedinasan,
seperti yang disampaikan oleh Modesty
Ulya Mora, mahasiswi asal Batam, Kepulauan Riau. “Setelah melewati semester
perdana tatap muka di kampus, saya merasa kampus memiliki aturan yang cukup
ketat dan disiplin, misalnya dalam hal kerapian dan kehadiran, akan ada
konsekuensi yang sesuai ketika hal tersebut tidak selaras dengan peraturan
karena Polstas STIS merupakan kampus kedinasan,” ungkapnya.
Kadek Devi Wulandari, mahasiswi asal Papua Barat menuturkan
kebahagiaannya mengikuti perkuliahan tatap muka perdana di kampus Polstat STIS
pada semester gasal 2022 ini. Ia juga menuturkan proses yang dia lalui sebelum
akhirnya bisa diterima di kampus kedinasan.