Notification

×

Iklan

Iklan

RKUHP Akhirnya Ketok Palu, Sah…

Selasa, 06 Desember 2022 | 14:45 WIB Last Updated 2022-12-06T07:45:32Z

 

Ilustrasi Gedung DPR RI

AKURATNEWS – Walaupun di tengah tekanan para aktivis masyarakat terkait dengan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan RKUHP menjadi undang-undang dalam rapat paripurna yang berlangsung di Gedung DPR RI, Selasa, 6 Desember 2022.


Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly menyatakan pengesahan RKUHP merupakan momen bersejarah dalam penyelenggaraan hukum pidana di Indonesia. Yang mana diketahui setelah bertahun-tahun menggunakan KUHP produk Belanda, kini Indonesia telah memiliki KUHP sendiri.


“Kita patut berbangga karena berhasil memiliki KUHP sendiri, bukan buatan negara lain. Jika dihitung dari mulai berlakunya KUHP Belanda di Indonesia tahun 1918, sudah 104 tahun sampai saat ini. Indonesia sendiri telah merumuskan pembaruan hukum pidana sejak 1963,” ujar Yasonna saat konferensi pers usai rapat paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/12/2022).


Lebih jauh Yasonna, mengungkapkan produk Belanda dalam KUHP yang digunakan selama ini dirasakan sudah tidak relevan lagi dengan kondisi dan kebutuhan hukum pidana di Indonesia. Hal ini menjadi salah satu urgensi pengesahan RUU KUHP.


“Produk Belanda tidak relevan lagi dengan Indonesia. Sementara RUU KUHP sudah sangat reformatif, progresif, juga responsif dengan situasi di Indonesia,” tegas politisi PDI Perjuangan ini.


Yasonna menjelaskan, KUHP yang baru saja disahkan telah melalui pembahasan secara transparan, teliti, dan partisipatif. Pemerintah dan DPR telah mengakomodasi berbagai masukan dan gagasan dari publik.


“RUU KUHP sudah disosialisasikan ke seluruh pemangku kepentingan, seluruh penjuru Indonesia. Pemerintah dan DPR mengucapkan terima kasih kepada masyarakat atas partisipasinya dalam momen bersejarah ini,” kata Yasonna.


Meskipun demikian, Yasonna mengakui perjalanan penyusunan RUU KUHP tidak selalu mulus.


“Pemerintah dan DPR sempat dihadapkan dengan pasal-pasal yang dianggap kontroversial, di antaranya pasal penghinaan Presiden, pidana kumpul kebo, pidana santet, vandalisme, hingga penyebaran ajaran komunis,” ungkap Yasonna.


Namun, Yasonna meyakinkan masyarakat, pasal-pasal dimaksud telah melalui kajian berulang secara mendalam.


Yasonna menilai pasal-pasal yang dianggap kontroversial bisa memicu ketidakpuasan golongan-golongan masyarakat tertentu.


Yasonna mengimbau pihak-pihak yang tidak setuju atau protes terhadap RUU KUHP dapat menyampaikannya melalui mekanisme yang benar.


“Masyarakat diperbolehkan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). RUU KUHP tidak mungkin disetujui 100 persen. Kalau masih ada yang tidak setuju, dipersilakan melayangkan gugatan ke MK,” pungkas Yasonna.


Ajukan ke MK


Dari jalannya persidangan, pengesahan tidak begitu saja mulus mengalir. Namun, ragam adu argumen mewarnai siding berlangsung. Seperti argument yang disampaikan oleh Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKS Iskan Qolba Lubis akan mengajukan beberapa pasal ke Mahkamah Konstitusi.


“Pasal 240 yang menyebutkan, yang menghina pemerintah dan lembaga negara dihukum tiga tahun. Ini pasal karet yang akan menjadikan negara Indonesia dari negara demokrasi menjadi negara monarki. Saya meminta supaya pasal ini dicabut… Ini juga kemunduran dari cita-cita reformasi,” kata Iskan.


Dia menilai, di masa depan, pasal itu, dan pasal 218, akan dipakai oleh pemimpin-pemimpin masa depan dan akan mengambil hak-hak masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya.


“Saya akan mengajukan pasal ini ke MK, saya sebagai wakil rakyat,” ujar Iskan.


“Fraksi PKS sudah sepakat dengan catatan. Catatannya sudah diterima, tapi disepakati oleh PKS. Ini Anda minta mencabut usul yang sudah disetujui oleh fraksi,” kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyela penyampaian pendapat oleh Iskan.


Selain PKS, Partai Demokrat juga memberikan sejumlah catatan, tapi tetap mendukung penuh ‘semangat pembaruan hukum pidana’.