Ilustrasi mempertanyakan PP 109 Tahun 2012/akuratnews.id
AKURATNEWS.ID, JAKARTA – Terkait dengan rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana melarang penjualan rokok secara ketengan/batangan, menuai beragam pandangan, seperti yang disampaikan oleh Ketua Umum Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI) dr. Sumarjati Arioso, SKM.
Dalam pandangannya, dr. Sumarjati menyambut baik apa yang
menjadi program Presiden Jokowi, dalam rangka melindungi generasi muda sebagai
penerus cita-cita bangsa.
“Alhamdulillah, pemerintah sadar , karena penjualan rokok
batangan itu akan memberikan kesempatan orang yang tidak mampu dan anak-anak
untuk membeli rokok batangan. Kalau dalam satu kotak itu kan mahal, sehingga
uang jajan pun bisa dibuat membeli rokok. Alhamdulillah ada kesadaran,” ucap
dr. Sumarjati saat dihubungi redaksi akuratnews.id, Senin 26 Desember 2022.
Namun demikian, dr. Sum, penggilan akrab dr. Sumarjati, mengungkapkan
harapannya bukan hanya penerapan Keppres 25 Tahun 2022 saja.
“Berarti mungkin baru berlaku tahun 2023, yang baru beberapa
hari lagi. Tetapi masih ada juga perpres yang nomor 26 nya, itu tentang industri
hasil tembakau. Jadi tidak mengurangi produksi rokoknya. Sedangkan yang kita
harapkan sebetulnya, yang mana belum lama ini juga harga cukai naik 15 persen
tetapi harga rokok naik 10 persen, jika dibeli batangan masih murah sekali. Bagus
sekarang dilarang,” paparnya.
Dia menyampaikan, untuk kenaikan harga 10 persen belum
dirasa signifikan dalam rangka mengurangi jumlah orang yang bisa membeli rokok.
“Kami sebenarnya menghargai adanya kenaikan rokok. Tetapi belum sesuai harapan
bisa signifikan untuk mengurangi orang yang kurang mampu dan anak-anak 18 tahun
ke bawah untuk membeli rokok,” tegasnya.
“Lalu sekarang, ada pelarangan jual batang rokok bagus juga,
supaya agak mengurangi. Tetapi jika dikaitkan dengan bisa berharap ada revisi
PP 109 tahun 2012, yang tentunya kita berharap banyak hal ada target RPJMN.
Dalam target RPJMN itu kan disebut kenaikan peringatan kesehatan bergambar,
lalu juga pelarangan iklan dan sponsor, kemudian pengawasan rokok elektronik,”
lanjutnya.
Lebih jauh dr. Sum menyampaikan, ada banyak yang diinginkan
atas perubahan revisi PP 109 tahun 2012, yang hingga saat ini belum tercapai. “Rencana
pelarangan penjualan rokok ketengan sangat bagus, dan sangat kami hargai
meskipun belum sesuai harapan. Kemudian ada kenaikan mulai Januari (2023) ini yakni
kenaikan cukai dinaikkan 15 persen. Jadi kenaikan cukai ada, ditambah lagi
tidak boleh jual batangan. Jadi ada dua langkah bagus dan kita hargai semua,”
jelasnya.
Berharap Cukai Lebih
Besar, RPJMN Tercapai
Terkait dengan harga ideal kenaikan cukai rokok, dr. Sum
menegaskan pihaknya berharap kenaikan cukai bisa maksimal, yang besarannya bisa
mencapai 25 persen.
“Kita berharap kenaikan harga cukai minimal 25 persen,
sekarang baru 15 persen tetapi dibagi-bagi. Ada yang naik 15 persen, ada yang
naik 10 persen dan ada yang naik 5 persen. Sehingga, rata-rata kenaikan sekitar
10 persen. Kami berharap jangan ada yang lebih murah, karena orang akan membeli
juga harga yang lebih murah,” harapnya.
Untuk itu, dirinya berharap ungkapan ‘akan’ yang disampaikan
oleh Presiden dalam rangka pelarangan penjualan rokok ketengan direalisasikan.
“Mudah-mudahan ucapan ‘akan’ itu benar-benar akan
dilaksanakan. Karena kalau tidak melaksanakan, itu berarti target-target RPJMN
tidak bisa tercapai. Mudah-mudahan yang disebut itu semoga dalam peraturan
pemerintah yang akan dibuat di tahun 2023 itu bisa masuk. Saat ini belum
kelihatan,” katanya.