Peneliti utama dan Chairman HCC Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, saat menyampaikan hasil riset HCC. |
AKURATNEWS.ID, JAKARTA - Indikator kepercayaan masyarakat tentang stunting ternyata bertentangan dengan teori Kesehatan.
Masyarakat mempercayai bahwa stunting berkaitan erat dengan kehidupan keluarga (1032 dari 1599 atau 65%). Namun, masyarakat tidak mempercayai bahwa stunting dapat disebabkan oleh pola asuh orang tua kepada anak (1014 dari 1646 atau 62%).
Masyarakat lebih mempercayai bahwa stunting disebabkan karena asupan makanan dan minuman yang diberikan kepada anak (900 dari 1650 atau 54,5%).
Oleh karena itu, HCC mengusulkan:
1. Program edukasi stunting yang melibatkan kedua orang tua (ibu dan bapak) .
2. Memperkuat konten edukasi stunting terkait bahaya serta cara mencegah stunting secara lebih spesifik dengan pembagian peran antara ibu dan bapak.
3. Kampanye gizi seimbang, stunting dan pola asuh orang tua sebagai satu kampanye terintegrasi
4. Menjadikan bidan sebagai agent of change dalam edukasi gizi dan pola makan yang seimbang dalam 1000 HPK
5. Memastikan adanya program terintegrasi untuk penyediaan pangan yang bergizi dan terakses bagi seluruh kalangan masyarakat
6. Memastikan adanya layanan posyandu, puskesmas yang dapat terakses oleh keluarga.
Menurut Peneliti utama dan Chairman HCC Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK dan research associate Bunga Pelangi, MKM, enam indikator pemaknaan negatif tentang stunting temuan penelitian ini yaitu: (1) dan (2) Responden tidak setuju stunting disebabkan faktor kurang gizi, (3) Stunting tidak berhubungan dengan ketidakmampuan membeli pangan sumber gizi, (4) dan (5) Stunting bukan kondisi medis serius, dan (6) stunting tidak memengaruhi kondisi keluarga.
Menurut Dr Ray, “penelitian dengan menggunakan Health Belief Model pihaknya menunjukkan bahwa temuan indikator pemaknaan terhadap stunting yang kontradiktif memiliki nilai persentase yang signifikan.
"Artinya kesalahpahaman masyarakat terhadap apa dan bagaimana dampak stunting secara tegas dan sangat nyata bertentangan dengan pengetahuan kesehatan yang sebenarnya menjadi dasar untuk penanganan stunting dan bahkan sudah dikomunikasikan lewat beragam program edukasi dan kampanye kesehatan yang masif baik oleh pemerintah maupun berbagai pihak,” ungkap Dr Ray yang juga merupakan staf pengajar di Kedokteran Komunitas FKUI, Selasa 13 Desember 2022.
Bahkan ketika dilakukan analisis lanjutan, Dr Ray melihat konsistensi antara pemaknaan stunting terhadap persepsi, keenam indikator yang salah kaprah ini juga konsisten dengan perceptive barrier dari responden.
Terlihat dari hasil 22% responden tidak setuju bahwa stunting adalah ancaman kesehatan, 10% responden tidak setuju dampak stunting akan berat untuk anak dan negara, bahkan dikaitkan dengan masa pandemi lebih dari 40% responden meyakini bahwa selama pandemi, ancaman Covid-19 jauh lebih serius dibanding stunting.
Ini menunjukkan bahwa faktor-faktor terkait seberapa efektif masyarakat menerima informasi dan edukasi tentang stunting diduga masih belum optimal.
Dari aspek metode, research associate HCC Bunga Pelangi menjelaskan, kesan kontradiksi pemaknaan stunting dari penelitian HCC ini diduga berkaitan dengan adanya perbedaan seriousness perspective dari responden sebagai perwakilan masyarakat terkait pengatahuan dasar tentang stunting, definisi, penyebab, penanganan hingga sumber informasi tentang stunting.
Menurut Bunga, “metode HBM yang kami pakai meskipun secara parsial dapat mendeteksi potensi kesenjangan sumber dan ketepatan informasi termasuk pihak-pihak sumber informasi. Sehingga ini menjadi panduan bagi strategi edukasi tentang stunting agar lebih menyasar pengetahuan mendasar tentang stunting,” ungkapnya.
Lebih lanjut Dr Ray dan Bunga menegaskan temuan studi HCC tentang pemaknaan stunting ini dapat mewakili kondisi faktual di masyarakat Indonesia terkait seberapa seriusnya masyarakat menilai dampak stunting untuk masa depan bangsa. “Hipotesis lanjutan kami adalah efektifitas edukasi terkait stunting di masyarakat Indonesia masih menyisakan celah untuk dimantapkan, mengingat masyarakat tidak benar-benar memaknai bahwa stunting ini adalah ancaman serius terhadap anak Indonesia bahkan terhadap masa depan bangsa,” ujar Ray yang sering memberi edukasi lewat Instagram @ray.w.basrowi ini.