Militer
Korea Utara melakukan uji coba senjata di lokasi yang tidak diketahui tempatnya
di Korea Utara, pada 31 Desember 2022 lalu, dalam foto yang dirilis pada 1
Januari./The Korea Times
AKURATNEWS.ID, SOUL – Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol mengancam akan tangguhkan perjanjian militer dengan Korea Utara (Korut) yang telah ditandatangani sejak tahun 2018, jika Korut kembali melanggar perbatasan antar Korea.
Ancaman penagguhan, akibat dari adanya lima pesawat tak
berawak Korea Utara memasuki wilayah udara Korea Selatan yang jelas-jelas
melanggar kesepakatan tersebut, di mana kedua belah pihak setuju untuk
menghentikan kegiatan permusuhan dan mengambil langkah-langkah untuk membangun
kepercayaan militer.
Seorang petinggi kepresidenan Korsel mengungkapkan, Presiden
Yoon mengatakan tidak ada alasan bagi Korsel untuk mematuhi kesepakatan
tersebut, yang sering diabaikan oleh Korut dengan menguji rudal atau mengirim
kendaraan udara tak berawak.
"Sebagai panglima tertinggi, Yoon menyerukan
kesiapsiagaan tegas terhadap provokasi semacam itu sehingga tidak ada warga
negara yang merasa tidak aman," kata pejabat itu kepada wartawan, dilansir
dari The Korea Times.
"Kami berharap tidak akan ada lagi provokasi oleh Korea
Utara," lanjutnya.
Pada pertemuan dengan pejabat keamanan dan pertahanan, Yoon
juga mengatakan kepada Menteri Pertahanan Lee Jong-sup untuk mempercepat proses
peluncuran unit drone yang lengkap.
“Meningkatkan sistem radar untuk mendeteksi drone berukuran
kecil dan menyelesaikan pengembangan drone siluman dengan akhir tahun ini,”
kata pejabat itu.
Deteksi Drone
Pada 26 Desember, militer Korsel mendeteksi drone Korut
memasuki wilayah udaranya. Satu drone berhasil terbang mencapai Seoul utara,
sementara empat lainnya sampai di sekitar Pulau Ganghwa di lepas pantai barat.
Militer menanggapi dengan mengirimkan helikopter serang, tetapi gagal
menghancurkan satu pun dari drone tersebut.
Yoon mengkritik tanggapan tersebut, memberi tahu militer
untuk membalas dengan mengirimkan pesawat tak berawak Korsel ke Korut. Saat
mengunjungi Badan Pengembangan Pertahanan yang berbasis di Daejeon tiga hari
kemudian, Yoon mengatakan kemampuan militer yang kuat adalah pencegahan paling
efektif terhadap Korut. Dalam kunjungan ini Yoon juga bertemu dengan para
ilmuwan yang mengembangkan senjata baru termasuk drone.
Pakta militer ditandatangani di Pyongyang oleh mantan
Menteri Pertahanan Song Young-moo dan mitranya dari Korea Utara No Kwang-chol dengan
harapan besar akan adanya kerja sama dan perdamaian antar-Korea.
Berdasarkan perjanjian tersebut, kedua belah pihak tidak
boleh terlibat dalam aktivitas permusuhan yang akan meningkatkan ketegangan.
Itu termasuk pelanggaran perbatasan, latihan militer skala besar, operasi apa
pun untuk pengintaian dan pelatihan lapangan seperti menembakkan artileri dalam
jarak 5 kilometer dari Garis Gencatan Senjata, juga dikenal sebagai Garis
Demarkasi Militer.
Tapi kesepakatan itu dinilai tinggal nama saja. Segera
setelah pertemuan puncak tanpa hasil dengan Washington pada Februari 2019,
Pyongyang melakukan latihan di dekat garis tersebut dan melanjutkan uji coba
senjata.
Pada pertemuan dengan menteri pertahanan di Majelis Nasional
setelah invasi drone, beberapa anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat
yang berkuasa, termasuk Han Ki-ho dan Sung Il-jong, mengatakan Korsel tidak
lagi harus mematuhi pakta yang dibuat oleh Korut, karena dinilai telah berulang
kali melanggar.
Namun, Rep. Joo Ho-young, pemimpin lantainya, mengambil
pendekatan yang lebih hati-hati dengan mengatakan bahwa pembatalan perjanjian
secara resmi mungkin terlalu dini dan tidak tepat karena dapat memicu
ketegangan.