AKURATNEWS.ID, JAKARTA – Menko Polhukam Mahfud MD akhirnya datang ke Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, menghadiri rapat di Komisi III DPR, demi memberikan penjelasan mengenai temuan PPATK tanpa ditutup-tutupi.
Rapat yang di awalnya sudah terasa memanas tersebut, menjadi
salah satu panggung Mahfud MD, untuk menjelaskan apa yang selama ini telah
diungkapkannya terkait dana transaksi janggal Rp 349 triliun, yang mana
transaksi tersebut diduga tindak pidana pencucian uang, yang terjadi di bawah
Kementerian Keuangan.
Mahfud menjelaskan, dalam memberikan keterangan dirinya
tidak pernah menyebutkan hal yang memang telah diatur tidak boleh disebut,
seperti halnya identitas seseorang, nama perusahaan, nomor akun dan sebagainya.
“Profil entitas, profil
entitas yang terkait yang melakukan transaksi, yang terlapor, nilai, tujuan
transaksi, itu semua tidak boleh disebut. Nah, saya tidak menyebut apa-apa,
hanya menyebut angka agregat. Oleh sebab itu saya harus jawab dahulu tiga orang
(yang menyebut bisa dikasuskan hukum),” ungkap Mahfud, dalam rapat bersama
Komisi III, Rabu (29/3).
“Pak Arteria. Wah… Ini bisa diancam dengan hukuman pidana 4
tahun, karena itu terpancing si Bonyamin itu, ngelaporin betul meskipun dia
guyon sebenernya. Biar yang dipanggil itu biar menjelaskan biar pak Arteria,
jika dipanggil oleh Polisi. Karena ada laporan lalu apa masalahnya,” lanjut
Mahfud.
Lebih jauh Menko Polhukam menjelaskan, dirinya merupakan
Ketua dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang
diangkat oleh Presiden berdasarkan SK Pengangkatan, yang memiliki hak dalam setiap
pelaporan.
“Begini saudara. Apa dasarnya melapor ke ketua? Loh saya
ketua, dia (PPATK) boleh lapor, boleh saya minta. Loh kamu kan ke Pak Presiden?
Loh, memang kenapa, saya ketua, diangkat oleh presiden ada SK nya. Terus kenapa
ada ketua, ada Komite kalau tidak lapor, kalau saya tidak boleh tahu,” jelas
Mahfud.
Mahfud juga menegaskan, apa yang diungkapkan Anggota DPR
dalam hal ini Arteria Dahlan, yang mengatakan bisa dihukum pidana karena
membocorkan informasi, bisa mengatakan hal yang sama kepada Kepala Badan
Intelijen Nasional (BIN), dalam hal ini Budi Gunawan.
“Beranikah saudara, Saudara Arteria bilang begitu kepada
Kepala BIN, Pak Budi Gunawan? Pak Budi Gunawan itu, anak buah langsung
presiden, bukan anak bauahnya Menko Polhukam. Tetapi setiap minggu selalu laporan
dan ini resmi, info intelijen kepada Menko Polhukam. Coba saudara bilang ke Pak
Budi Gunawan. Pak Budi Gunawan menurut undang-undang BIN bisa diancam 10 tahun
penjara. Berani gak menurut pasal 44, kan persis seperti yang anda baca kepada
saya. Bahwa, kalau menyampaikan ke Menko Polhukam 10 tahun, nah Pak BIN
menyampaikan, bukan ke Presiden, tapi ke saya,” paparnya.
“Terus kenapa gak boleh, apa gunanya. Ini penting saudara.
Karena apa? Karena saya bekerja berdasarkan info intelijen,” lanjut Mahfud.
Mahfud juga menegaskan, apa yang dilakukan kali ini bukanlah
yang pertama dalam memberikan pelaporan-pelaporan terkait hal menyimpang,
khususnya dalam bidang Korupsi.
“Ini sudah dilakukan banyak, kok saudara baru ribut sekarang.
Kita yang mengumumkan kasus Indosurya. Yang bebas dari pengadilan, kita tangkap
lagi, karena kasusnya banyak. Itu kan PPATK, kok baru ribut soal ini (dana Rp349
T). Lukas Enembe, ketika ditersangkakan, ngamuk-ngamuk. Rakyatnya turun. Saya
panggil PPATK. Umumkan, uangnya dipreeze. Kalau tidak begitu tidak bisa
ditangkap dia,” ungkap Mahfud.
Untuk itu, Mahfud menegaskan untuk tidak perlu melakukan
gertak-gertak dalam hal ini, yang mana menurutnya dirinya pun dapat melakukan
hal serupa.
“Oleh sebab itu saudara, jangan gertak-gertak. Saya bisa
juga menggertak saudara. Bisa dihukum menghalangi penyidikan penegakan hukum.
Dan ini sudah dihukum 7,5 tahun namanya Fredrich Yunadi,” ungkap Dia.
“Saya bisa saudara menghalangi penegakan hukum. Jadi jangan
main ancam-ancam begini, kita ini sama,” pungkas Mahfud.