Ilustrasi Pembatasan Angkutan Loistik (Air Minum Kemasan)
AKURATNEWS.ID, JAKARTA - Dinilai akan berdampak pada pasokan barang konsumsi serta mengganggu kegiatan perdagangan, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menyarankan pemerintah agar mengevaluasi ulang aturan pembatasan perlintasan angkutan logistik.
"Seyogyanya pemerintah mengkaji kembali keputusan pembatasan tersebut untuk menghindari potensi kelangkaan produk konsumsi yang diperlukan masyarakat," kata Pengurus Bidang Kebijakan Publik Apindo, Lucia Karina di Jakarta, Jumat (7/4).
Dia mengungkapkan, salah satu sektor terdampak dari aturan tersebut adalah pasokan air minum dalam kemasan (AMDK).
“Data dari asosiasi air minum mencatat bahwa hampir 80 persen pasokan produk AMDK berada di Pulau Jawa,” katanya.
Karina mengatakan, aturan pembatasan dimaksud berpotensi mengurangi pelayanan AMDK sehingga mengancam ketersediaan barang di daerah. Kelangkaan tersebut diprediksi akan meningkatkan harga jual AMDK di tengah masyarakat terlebih saat momen lebaran.
"Ini pernah terjadi beberapa tahun lalu saat pelarangan diberlakukan, akibatnya toko-toko diserbu masyarakat dan harga pun melejit naik," katanya.
Selain air minum, sektor lain yang juga terdampak adalah ekspor impor. Karina menjelaskan, industri ekspor dan impor sangat bergantung pada jadwal pengiriman atau shipping schedule.
Dia mengatakan, pembatasan selama 2 pekan karena tidak boleh melintas selama periode mudik lebaran akan mengganggu penjadwalan tersebut. Dampaknya adalah penumpukan di pelabuhan ataupun di pabrik.
"Dari sisi commercial, berpotensi kehilangan customer ekspor. Penumpukan di pelabuhan dapat membuat perusahaan terkena biaya denda dan sewa gudang di pelabuhan buat yang impor," katanya.
Ancaman Kelangkaan Air Minum
Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (ASPADIN) mengingatkan ancaman kelangkaan air minum apabila peraturan diterbitkan tanpa pertimbangan matang.
ASPADIN mengungkapkan bahwa gudang pabrik produsen hanya mampu menampung produksi AMDK untuk dua hari saja sehingga pabrik hanya bisa berhenti beroperasi selama kurun waktu tersebut.
Artinya, apabila perlintasan atau produksi dihentikan lebih dari dua hari maka akan terjadi kelangkaan pasokan barang.
Meskipun kalau pada akhirnya diperbolehkan melintas namun dibatasi dengan maksimal dua sumbu roda hanya akan menimbulkan masalah serupa. Artinya, pasokan akan tetap terjadi kelangkaan karena terbatasnya daya angkut logistik ke konsumen.
"Dan ini akan terjadi baik menjelang hari raya maupun setelah hari raya. Masalah kelangkaan ini akan baru bisa normal kembali pengalaman kita adalah 2 bulan," kata Ketua ASPADIN, Rachmat Hidayat.
Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo menilai seharusnya pemerintah membuat kebijakan berbasis data terkait pelarangan tersebut. Data digunakan sebagai basis untuk merumuskan kebijakan.
"Jadi pemerintah nggak asal ngarang kebijakan tapi mereka punya data sehingga angkutan lebaran lancar dan kepentingan industri terakomodir," katanya.
Kebijakan yang berbasis data tersebut dilakukan dengan menghitung daya tampung, permintaan, kebutuhan hingga waktu distribusi barang, apalagi makanan dan minuman yang bersifat esensial.
Dasar keputusan yang akurat dapat membuat kebijakan antisipatif yang dapat mengakomodir seluruh masyarakat.
Kelangkaan pasokan saat masa lebaran dikhawatirkan memicu kenaikan harga di tengah masyarakat. Akhirnya masyarakat yang dirugikan karena kebijakan yang tidak diambil berbasis data.
Namun apabila terjadi kenaikan harga di tengah masyarakat, YLKI meminta pemerintah mengawasi ketat semua pihak. Sudaryatmo mengatakan kalau hal tersebut perlu dilakukan agar tidak timbul oknum yang memanfaatkan situasi tersebut.
Seperti diketahui, Kementerian Perhubungan mengatur pembatasan operasional kendaraan barang selama periode angkutan mudik Lebaran 2023. Aturan ini tertuang dalam surat Keputusan Bersama Nomor: KP-DRJD 2616 Tahun 2023, SKB/48/IV/2023, 05/PKS/Db/2023 Tentang Pengaturan Lalu Lintas Jalan Serta Penyeberangan Selama Masa Arus Mudik dan Arus Balik Angkutan Lebaran Tahun 2023/1444 Hijriah.