Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Perencanaan Strategis Yudo Dwinanda/FMB9. .
AKURATNEWS.ID, JAKARTA – Banyak pertanyaan selama ini terkait dengan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dalam rangka transisi kendaraan konvensional ke kendaraan listrik. Di tengah kekhatiran tersebut, pemerintah menjawab komitmennya dalam penyediaan SPKLU.
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berkomitmen untuk terus menyediakan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di seluruh wilayah di Indonesia. Hal tersebut dikatakan Yudo Dwinanda selaku Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Perencanaan Strategis.
"Sejauh ini, terdapat 842 charging station yang sudah dibangun untuk melayani pengisian daya bagi sekitar 60.000-an kendaraan listrik. Angka terakhir sampai dengan April 2023 sudah ada 842 yang ada di Indonesia. Jadi sudah cukup banyak ya," kata Yudo saat dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema ‘Ekosistem Menuju Energi Bersih', Senin (5/6/23).
Yudo menyampaikan, pembangunan SPKLU mengikuti skenario jumlah populasi kendaraan listrik yang ada. Pihaknya, bahkan sudah menyiapkan regulasi untuk mengatur penambahan pembangunan SPKLU di Tanah Air.
Berbicara mengenai transisi energi, menurutnya, selain tetap menjaga ketahanan energi masing-masing negara, juga tetap harus memikirkan affordability atau keterjangkauan harga bagi masyarakat.
Yudo menjelaskan, pemerintah saat ini sudah memiliki roadmap atau peta jalan transisi energi demi mengejar target Net Zero Emission (NZE) pada 2060. Namun dalam rangka itu, pemerintah saat ini tengah mendetilkan roadmap NZE 2060 dengan sejumlah rencana tahunan. Antara lain seperti kapan PLTU Batubara "dipensiunkan" dini hingga mendorong penggunaan energi baru terbarukan (EBT).
"Kemudian yang tak kalah penting lagi adalah kita lebih efisien menggunakan energi. Karena kalau kita menggunakan less energy atau energi lebih sedikit, itu tentunya harapannya, kita akan lebih sedikit menghasilkan emisi," paparnya.
Besaran dan Sumber Pendanaan
Target NZE 2060, terang Yudo, merupakan sebuah transformasi yang merubah struktur ekonomi. Menurutnya, ini merupakan upaya yang besar dan membutuhkan pendanaan dengan nilai yang besar pula.
"Nah ini memang angkanya sangat besar sekali sekitar 1 miliar dollar per tahun sampai dengan 2060. Tentunya ada tahapan-tahapannya dan sekarang masih rendah. Semakin dekat menuju 2060, semakin tinggi juga kebutuhannya," ujarnya.
Selain mencoba berbagai cara baru, Indonesia mendapat pendanaan sebesar USD20 miliar dari Zero Emission Partnership (ZEP) sebagai salah satu hasil kesepakatan G20 tahun lalu. Dana ini sebagai bentuk keseriusan para negara anggota G20 dalam mendukung komitmen Indonesia menuju NZE 2060.
"Berikutnya, ada juga dana-dana dari Jepang, yakni dari Asia Zero Emission Community (AZEC) sekitar USD500 juta atau setengah miliar dollar. Kita juga berupaya mendapatkan pendanaan yang lebih murah karena bagaimana pun ini merupakan inisiatif yang berdampak untuk dunia," tukasnya.
Sinergitas Seluruh Stakeholder
Lebih lanjut, Yudo menuturkan, secara nasional pemerintah memiliki Kebijakan Energi Nasional (KEN). Kebijakan ini kemudian diadopsi oleh pemerintah daerah dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota.
Pemda, tambahnya, lantas membuat kebijakan turunan yang disebut Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Dari sisi perencanaan, pemda-pemda ini telah melakukan perhitungan mulai dari permintaan hingga sumber suplai energi.
Namun, Yudo mengakui, dengan rencana transisi energi saat ini, pihaknya akan melakukan revisi terhadap KEN yang ada. Hal ini setelah mempelajari mengenai dinamika dan perkembangan energi dan rencana NZE 2060 hingga target peralihan ke penggunaan kendaraan listrik.
"Itu KEN direvisi karena begitu banyak perkembangan. Pertama, kita punya net zero emision 2060, di mana di KEN yang lama itu belum ada," pungkasnya.
Selain itu, terangnya, pihaknya juga melihat adanya beberapa energi baru yang diperlukan seperti hidrogen serta amonia. Dimana ini akan menjadi bahan bakar baru di masa depan. Bahkan pemerintah melirik energi nuklir yang didukung dengan adanya reaktor sejak puluhan tahun silam.
"Jadi hal ini membuat bahwa kita memang sekarang ini mulai merubah secara fundamental, termasuk nanti yang saat ini sedang digodok Rancangan Undang-UndangStasiun Energi Baru Terbarukan (RUU EBT). Ini akan menjadi landasan utama untuk kita melakukan transisi energi sampai 2060,” tutupnya.