AKURATNEWS.ID, JAKARTA – Sekalipun masa Pandemi Covid 19 telah dilewati, kewaspadaan untuk tetap menjaga kualitas kesehatan harus tetap terjaga. Hal ini disampaikan Epidemiolog Diki Budiman dalam rangka mengingatkan masyarakat.
Lebih jauh Diki mengingatkan, seluruh pemangku kepentingan agar berbagi peran untuk menyiapkan berbagai perangkat dan sistem yang mampu menunjang kualitas kesehatan masyarakat.
"Respons kita di masa transisi ini adalah seluruh stakeholder harus berbagi peran yang arahnya tidak saja mengarah ke treatmen dan tindakan kuratif, tetapi juga menyangkut hal yang paling mendasar yaitu penguatan kualitas kesehatan masyarakat," kata Diki dalam diskusi Forum Mereka Barat (FMB) 9 bertajuk "Resmi, Covid-19 Menjadi Endemi" di Jakarta, Senin 3 Juli 2023.
Selain itu Diki juga mengingatkan penting perubahan perilaku dengan mengacu pada ketersediaan data yang memadai. "Jadi faktor perilaku ini bukan hal yang mudah dan memerlukan waktu yang panjang. Dan ingat ini semua tentu tetap harus ditunjang dengan data yang memadai," terangnya.
Menurut Diki, perubahan perilaku menjadi salah satu faktor penting demi menahan laju pandemi yang di beberapa negara justru menunjukkan tren peningkatan. Walaupun di Indonesia menunjukkan tren penurunan, tetapi harus tetap diwaspadai.
"Meskipun endemi akan tetap ada lonjakan-lonjakan dan potensi di beberapa daerah yang disebut dengan KLB. Ini yang harus dideteksi lebih awal karena bagaimanapun, bahkan secara global saat ini angka kematian masih tinggi dalam kisaran 10 ribu sampai 17 ribuan," pungkas Diki.
Diki mengatakan, secara global Covid 19 masih cukup serius salah satunya ditandai dengan adanya angka infeksi baru yang hampir menyentuh angka dua jutaan.
"Jepang -saya ingin sampaikan-, saat ini sedang heboh dengan kondisi di mana di tingkat level kecamatannya kapasitas layanan kesehatan membludak. Sedangkan di Kenya, Afrika kondisinya seperti kita saat hadapi delta. Jadi ini yang membuat kita harus tetap berhati-hati dan tidak euforia berlebihan," bebernya.
Potensi Endemi ke Pandemi
Sementara itu, terkait kemungkinan situasi endemi kembali ke pandemi, Diki mengatakan, endemi sendiri sebenarnya masih membahayakan.
"Jadi endemi ini sekali lagi tidak boleh dan sampai dilihat sebagai suatu kondisi yang dianggap keberhasilan," katanya.
Dalam berbagai literatur, kata Diki, memang belum ditemukan situasi endemi kembali ke pandemi. Namun potensi itu secara teoritis tetap ada.
"Itulah sebabnya deteksi dini menjadi sangat penting, sekalipun tidak semasif sebelumnya. Tapi paling tidak ini sebagai indikator bahwa situasi masih bisa terkendali," tegas Diki.
Selain itu, Diki juga menegaskan pentingnya produksi vaksin dalam negeri sekalipun di masa endemi seperti saat ini. Ia mengatakan, produksi vaksin dalam negeri masih penting dan strategis. Karena, masa transisi dari pandemi akut ke endemi yang terkendali itu membutuhkan waktu yang relatif lama.
"Produksi vaksin dalam negeri sangat krusial dan strategis karena berdasarkan sejarah pandemi masa transisi dari fase akut pandemi ke status endemi yang benar-benar terkendali itu bisa 20 tahunan sampai 30 tahun," ujarnya.
"Itu artinya kebutuhan vaksin akan selalu ada. Dan kalau kita bergantung pada impor ini akan merugikan kita dari berbagai aspek, bukan hanya dari segi ekonomi tapi juga dari keahlian kita sebagai sebuah negara besar," tambahnya.
Apalagi, kata Diki, vaksin berpengaruh terhadap penurunan kematian di angka 47 persen dan penurunan kasus baru menyentuh angka 37 persen. Karena itu, Diki mengapresiasi pemerintah Indonesia karena telah memproduksi vaksin dalam jumlah yang besar semenjak Covid 19 mulai bergulir.
Menurutnya Indonesia termasuk sedikit saja dari negara di dunia yang mampu memproduksi vaksin sendiri.
"Ini harus diapresiasi. Vaksin dalam negeri ini sesuatu yang sangat strategis karena itu produksinya harus tetap dijaga," tutupnya.