Oleh: Hari Widodo
Sekjend Kosgoro
Polusi di dunia Maya semakin tak terkendali ketika banyak
ruang dan waktu dalam media sosial yang banjir berbagai pendapat dan komentar
terhadap beragam permasalahan, baik di dalam maupun di luar negeri.
Kicauan seputar politik mendominasi gelombang suara di
atmosfir, diseling permasalahan tragedi kemanusiaan di Palestina dengan Israel
yang juga dikait-kaitkan dengan iklim politik jelang pemilu 2024.
Ratusan bahkan ribuan podcast, vlog, tiktok dan beragam
forum obrolan yang beredar di media sosial, yang bisa diakses oleh siapapun dan
dimanapun dengan hanya menggunakan smartphone merek apapun juga.
Obrolan yang tentunya menghadirkan para sosok yang dilabeli
sebagai pengamat, penggiat, akademisi, aktifis, pemerhati, pelaku dan banyak
label lainnya, semua mencoba menganalisis peristiwa lewat beragam pendekatan
epistimologi dan disampaikan dengan fasih menggunakan istilah atau terminologi
ilmiah seakan telah melalui metodologi penelitian yang matang serta didukung
data2 primier yang valid....suara-suara yang keluar seakan sebagai pesan
kebenaran bagi siapapun yang menyaksikan atau mendengarnya dan berharap ada
dukungan pembenaran atas analisisnya tersebut.
Bagi sebagian masyarakat mungkin ini adalah kebenaran
apalagi jika isinya sesuai dengan aspirasi politiknya. Jika opini yang demikian
dipegang masyarakat awam...tentu sah-sah saja karena ada keterbatasan kemampuan
menelaah lebih dalam, namun bagi penyampai pesan dan perancang opini, apakah
anda sudah jujur dalam menyampaikan pendapat yang dikemas sedemikian rupa
dengan kemasan ilmiah dari seorang intelektual bahkan akademisi, dengan tanpa
ada tendensi tersembunyi yang menutupi kebenaran hakiki?....
Jika anda masih memainkan peran sebagai pembangun opini tanpa
peduli ada nilai kepatutan sebagai intelektual bahkan tidak perduli akan dampak
negatif dari pendapat anda, maka sesungguhnya anda adalah intelektual yang
munafik...yang bahkan dirinya sendiripun di tipunya, apalagi orang lain..