Persaudaraan 98 saat Pembekalan Simpul Relawan Prabowo-Gibran/Ist
AKURATNEWS.ID, JAKARTA - Relawan pemenangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Persaudaraan 98, menggelar pembekalan simpul-simpul relawan untuk memuluskan kemenangan Prabowo-Gibran satu putaran pada Pilpres 2024.
Pembekalan atau training of trainer yang dilaksanakan di Sekretariat Persaudaraan 98 di wilayah Tebet Barat, Jakarta Selatan, ini dihadiri puluhan simpul relawan Prabowo-Gibran se-DKI Jakarta, Rabu (13/12/2023).
Narasumber dalam kegiatan ini adalah Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Juri Ardiantoro; dan Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Budiman Sudjatmiko.
Ketua Umum Persaudaraan 98, Wahab Talaohu, menyatakan, kegiatan ini bertujuan memperkuat wawasan dan kemampuan teknis para relawan Prabowo-Gibran di DKI Jakarta untuk memenangkan pasangan calon nomor 02 satu putaran di Pilpres 2024.
Anggota Tim Golf TKN Prabowo-Gibran, Poltak Sinaga, yang hadir dalam acara ini bahkan menyatakan, Sekretariat Persaudaraan 98 menjadi pusat untuk konsolidasi relawan Prabowo-Gibran di DKI Jakarta.
Sementara itu, dalam materinya, Juri Ardiantoro, menjelaskan, ada satu pertanyaan kunci yang kerap ditanyakan masyarakat kepada relawan, yaitu 'mengapa mau mendukung pasangan Prabowo-Gibran?'
"Kalau ada pertanyaan itu jawabannya sederhana, pertama, Prabowo-Gibran adalah satu pasangan sangat ideal karena di situ bersatunya dua tokoh utama negeri ini, Prabowo dan Jokowi," jelas Juri.
Kalau Jokowi dan Prabowo bersaing dan masyarakat terbelah dua pada Pilpres 2014 dan 2019, kini mereka bersatu.
"Jadi saat ini ngapain pilih yang lain kalau dua tokoh ini sudah bersatu? Prabowo dan Gibran adalah cerminan dari Pak Jokowi, tidak mungkin tidak melanjutkan keinginan dan cita-cita Pak Jokowi. Kalau kita ingin semua program baiknya Pak Jokowi dilanjutkan maka kita pilih orangnya Pak Jokowi," jelas Juri.
Untuk menjawab apa saja yang sudah dilakukan Presiden Jokowi, Juri menekankan bahwa selama 9 tahun terakhir tidak ada program Jokowi yang mengecewakan rakyat. Mulai dari pembangunan infrastruktur secara besar-besaran seperti jalan, bandara, embung air, pelabuhan dan banyak lagi.
Dari sisi perlindungan sosial ada berbagai macam bantuan seperti BLT, PKH, bansos non tunai, kartu prakerja, dan banyak lagi. Belum lagi program pendidikan yang memungkinkan masyarakat tidak mampu bisa bersekolah dengan ragam jenis beasiswa.
"Siapa presiden yang mengembalikan Indonesia jadi negara yang gagah di mata dunia internasional? Jokowi bekerja untuk mengembalikan nama baik Indonesia misalnya lewat KTT G20, KTT ASEAN, mengundang partner internasional untuk membantu negara-negara ASEAN. Bahkan menggelar KTT pertama untuk 52 negara kepulauan di seluruh dunia. Bahkan, Jokowi berupaya kuat mendamaikan Ukraina dan Rusia," jelas Juri.
Juri katakan, satu-satunya calon presiden yang paham politik internasional dan bisa melanjutkan diplomasi hebat yang sudah dilakukan Presiden Jokowi yaitu Prabowo Subianto yang saat ini menjabat Menteri Pertahanan.
"Jangan sampai Jokowi sudah melambung tinggi memimpin negara-negara dunia tiba-tiba ada presiden baru yang menenggelamkan lagi indonesia di mata dunia. Sesederhana itu jawaban atas pertanyaan mengapa harus memilih Prabowo-Gibran," ucap mantan Deputi Kepala Staf Kepresidenan Bidang Informasi dan Komunikasi Publik ini.
Untuk pertanyaan mengapa Pilpres 2024 harus satu putaran, jawabannya adalah karena untuk menyelamatkan anggaran negara.
Diketahui bahwa anggaran Pemilu 2024 mendatang sudah dialokasikan sebesar Rp70 triliun. Namun, anggaran bakal bertambah Rp17 triliun jika pemungutan suara Pilpres 2024 dilakukan dua putaran.
"Kedua bukan hanya soal duit. Kalau pemilu terlalu lama maka perselisihan sosial itu juga terlalu lama," terang Juri.
Di sesi kedua, Budiman Sudjatmiko membawakan materi bertema keberlanjutan hilirisasi demi masa depan Indonesia.
Dia sekilas menjelaskan sejak perang dunia, dunia berganti peraturan setiap 25 tahun. Dari 1945 sampai 1970 terjadi kompetisi penguasaan sumber daya alam. Sepanjang 1970-1995 terjadi kompetisi industrialisasi dan manufaktur. Sepanjang 1995-2020 terjadi kompetisi rekayasa keuangan. Saat ini, sepanjang 2020-2045, terjadi kompetisi di bidang digitalisasi dan data.
"Sebetulnya Indonesia terlambat melakukan hilirasasi, tapi tidak masalah, yang penting Presiden Jokowi sudah memulainya. Zaman Orde Baru apakah tidak terjadi hilirisasi? Memang banyak pabrik tapi kita hanya jadi tukang hilirisasi," ujar Budiman.