Ilustrasi Demo menolak hasil pemilu/rangga/akuratnews.id
AKURATNEWS.ID, JAKARTA - Masifnya kata curang pasca pemilihan pemilu 2024 terus bergulir bak bola panas. Namun demikian, kata curang tidak ada di dalam kamus Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebagai pihak yang mengawasi pemilihan umum di Indonesia.
Seperti yang diungkapkan oleh Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, slogan curang Bawaslu hampir tidak mengenal apa kata curang.
"Kecuali nanti ada seperti penjelasan tentang pelanggaran terstruktur dijelaskan dan penjelasannya ada di undang-undang Nomor 7 Tahun 2017, tentang pelanggaran terstruktur sistematis dan masif," ungkapnya menjawab pertanyaan Redaksi akuratnews.id dalam diskusi yang diselenggarakan FMB 9, beberapa waktu lalu.
Lebih jauh dia menyampaikan, kalau curang, dalam pemilu memang ada pelanggaran. Pasti ada pelanggaran, tidak mungkin tidak. Karena sistem ini memang pasti ada pelanggaran, karena melibatkan manusia.
"Kalau dilewatkan malaikat mungkin tidak akan ada pelanggaran, tetapi manusia pasti ada celah pasti ada pelanggaran apalagi dalam kompetisi politik pasti dapat dipastikan hampir di semua pemilihan umum, sejak awal Pemilu kita ada pelanggaran terjadi. Kalaupun ingin diterjemahkan oleh masyarakat umum curang, ya kalau curang nanti ke semuanya nomenklatur dalam hukumnya agak susah tentang curang. Tapi kalau tentang pelanggaran jelas pelanggaran administratif, tentang Ketentuan prosedur yang dilanggar, pelanggaran tindak pidana, melanggar ketentuan tentang aturan pidana yang terkait dengan undang-undang nomor 7, misalnya politik uang, politik Sara, pengancaman, intimidasi dan lain-lain atau pengubahan hasil itu mungkin yang disebut curang oleh teman-teman masyarakat," paparnya.
Dia juga menegaskan, penggunaan kata curang itu menimbulkan sesuatu yang berbahaya.
"Jadi kami selalu akan menyatakan pelanggaran, agak susah kami menyebut curang, ini bahaya. Dan kemudian yang mama paling bermasalah dikatakan saja. Nanti kita akan lihat sampai akhir 20 Maret yang paling bermasalah yang mana. Apakah Pilpres atau pileg. Dalam sejarahnya itu biasanya pelanggaran-pelanggaran terjadi sengketa hasil terjadi paling banyak di pileg bukan Pilpres," ungkapnya.
Ketua Bawaslu juga menegaskan, jika memang ditemukan pelanggaran apakah berpengaruh pada hasil atau tidak.
"Pelanggaran kecil misalnya TPS terlambat dibuka, itu kan tidak mempengaruhi hasil dan paling penting adalah mempengaruhi hasil atau tidak. Yang paling penting bagi kami, walaupun nanti ada pelanggaran kampanye, pada saat sekarang satu suara di TPS harus dihitung dalam rekap nasional, itu yang paling penting. Dalam pemilihan umum jadi itu yang kita jaga. Kalau disampaikan Pemilu ini curang, tolong dibuktikan pelanggarannya mana," katanya.
Dia juga mengnhiatkan, bagaimana Indonesia sebagai negara hukum akan diselesaikan segala sengketa yang terjadi, khususnya dalam sengketa pemilu diranah hukum.
"Harus kemudian dibuktikan dan silahkan, dalam negara hukum konteks negara hukum jika ada pelanggaran ada indikasi pelanggaran, maka warga negara bisa melaporkannya kepada pintu-pintunya, Bawaslu, Mahkamah Konstitusi. Silahkan kepada dua lembaga ini. Kalau misalnya, Oh bawaslu-nya masuk angin, kan ada mahkamah. Ke mana lagi kita harus percaya, karena sistem ini memang dibentuk," pungkasnya.