AKURATNEWS.ID, JAKARTA - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dalam waktu dekat akan memberikan sertifikasi bagi pelaku usaha yang patuh terhadap regulasi bisnis dan perlindungan HAM pekerja.
Langkah ini dinilai sebagai salah satu langkah strategis dalam mendukung penerapan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia (Stranas BHAM).
Direktur Kerja Sama HAM, Kementerian Hukum & HAM, Harniati, menilai langkah ini merupakan jawaban tepat untuk meningkatkan kapasitas perusahaan Indonesia dalam menghadapi era globalisasi.
"Sertifikasi ini nanti akan mirip dengan sertifikasi produk halal sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengetahuinya. Diharapkan pelabelan ini akan memiliki pengaruh signifikan terhadap reputasi perusahaan di tingkat internasional," ujarnya dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema 'Lindungi Hak Pekerja dalam Bisnis', Senin (29/4).
Ia pun memberikan contoh, seiring dengan diberlakukannya undang-undang anti deforestasi oleh Uni Eropa, produk-produk yang harus masuk ke kawasan mereka harus terbebas dari isu dan hasil deforestasi yang dibuktikan oleh uji kelayakan serta legislasi dari negara yang bersangkutan. Alhasil beberapa komoditas nasional yang belum memenuhi kriteria tersebut terkena dampaknya.
Seiring dengan meningkatnya isu HAM, kesetaraan dan keberlanjutan di seluruh dunia, pemerintah mengantisipasi dengan mempersiapkan pelaku usaha nasional untuk menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Utamanya dalam meningkatkan ekspor ke negara-negara maju yang sering memberikan restriksi atau pembatasan.
Sebelum menerapkan sertifikasi bagi pelaku usaha, Kemenkumham telah meluncurkan aplikasi Prisma sebagai implementasi dari penerbitan Perpres 60/2023. Aplikasi ini memungkinkan pelaku usaha untuk memitigasi risiko pelanggaran HAM dalam menjalankan operasional mereka.
"Meskipun masih bersifat sukarela, aplikasi Prisma telah mendapatkan respons positif dengan pendaftaran 228 pelaku usaha sejak September 2023," tuturnya.
Lebih lanjut ia memaparkan, aplikasi Prisma memiliki 12 indikator dengan sekitar 140 subindikator yang mencakup berbagai aspek, seperti perlindungan pekerja, serikat pekerja, sampai rantai pasokan.
Hingga saat ini, terdapat 31 pelaku usaha yang telah mendapatkan nilai hijau dari 12 indikator di aplikasi Prisma. Selebihnya, masih terdapat pelaku usaha yang mendapatkan nilai merah dan kuning karena belum memenuhi indikator-indikator yang ditentukan.
Meskipun sertifikasi ini masih bersifat sukarela, Kemenkumham terus mendorong agar sertifikasi ini menjadi wajib di masa depan.
"Arah kebijakan mengenai mandatory sertifikasi akan tergantung pada jumlah perusahaan yang telah mendaftar secara sukarela," terang dia.
Karenanya, pemerintah optimis bahwa sertifikasi ini akan memberikan banyak manfaat bagi pelaku usaha dan akan berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif di Indonesia.