Notification

×

Iklan

Iklan

Dir. Eksekutif SDR Laporkan Dugaan Mark Up Impor Beras ke KPK

Rabu, 03 Juli 2024 | 10:54 WIB Last Updated 2024-07-03T11:45:01Z

Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melakukan pelaporan atas dugaan mark up impor beras ke KPK/redaksi/akuratnews.id


AKURATNEWS.ID, JAKARTA - Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto menyatakan kedatangannya hari ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah untuk melaporkan dugaan mark up dan kerugian negara akibat kebijakan impor beras.

 

Ia menyampaikan sosok yang diduga melakukan korupsi tersebut adalah Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Kepala Bulog Bayu Krisnamurthi.

 

"Ada dugaan mark up dari kedua lembaga tersebut terkait impor beras. Karena itu kami mencoba memasukkan laporan pada hari ini," kata Hari di Gedung KPK Jakarta, Rabu (3/7/2024).

 

Ia menyatakan selain dugaan mark up, SDR juga menduga adanya korupsi terkait tertahannya beras di Tanjung Priok, yang menyebabkan adanya demurrage.

 

"Adanya dugaan permainan dari dua lembaga ini. Bapanas sebagai perencana, Bulog sebagai eksekutor. Artinya, Bapanas yang memiliki aturan, Bulog sebagai pelaksana," ungkapnya.

 

Dugaan in berdasarkan pada keputusan Bapanas yang menyatakan impor beras harus menggunakan kontainer.

 

"Yang sebelum-sebelumnya kan tidak pernah terjadi. Langkah ini kami duga ada permainan dan tentunya KPK harus terlibat," ungkapnya lagi.

 

Dugaan semakin menguat, dengan adanya statement dari Kepala Bapanas yang menyatakan 'sudah lah KPK tak perlu ikut-ikut'.

 

"Kenapa? Kalau bersih kenapa harus ketakutan," kata Hari.

 

Ia menyebutkan ada beberapa data yang dilampirkan pada pelaporan hari ini.

 

"Ada satu perusahaan dari Vietnam, Tan Long Group, yang memberikan penawaran untuk 100 ribu ton beras seharga 538 Dollar Amerika, dengan skema FOB dan 573 Dollar Amerika per ton dengan skema CIF. Kami duga, ini adalah salah satu aktor dalam impor beras dari Januari hingga Mei 2024," kata Hari.

 

Ia mengharapkan KPK dapat mengembangkan kasus ini, untuk memastikan adanya pengawasan hukum dari KPK, dan melakukan investigasi.

 

"Berdasarkan perhitungan kami, kerugian negara berasal dari selisih harga, yakni sekitar 82 Dollar per metric ton atau sekitar 180,4 juta Dollar Amerika secara total. Jika dikurs dengan Rp15 ribu itu, sekitar Rp2,7 triliun. Ini kan ada dugaan bancakan. Baik dari pengangkutan dan selisih harga," pungkasnya. (Ranny)