Notification

×

Iklan

Iklan

FSGI Catat Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan

Sabtu, 10 Agustus 2024 | 14:33 WIB Last Updated 2024-08-10T07:33:14Z

Ilustrasi pelecahan seksual/wing/akuratnews.id


AKURATNEWS.ID, JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat ada 8 kasus kekerasan seksual (KS) yang terjadi di lembaga pendidikan, terhitung Januari sampai Agustus 2024. Artinya setiap bulan, setidaknya ada 1 kasus kekerasan seksual yang terjadi di Lembaga Pendidikan. 


Tercatat bahwa dari 8 kasus KS, 62,5 persen  atau lim kasus terjadi di Lembaga Pendidikan di bawah Kementerian Agama dan 3 kasus terjadi di satuan pendidikan berasrama. Sedangkan 37.5 persen kasus terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama. Adapun 62,5 persen kasus terjadi jenjang pendidikan SMP/MTs/Ponpes dan 37,5 persen kasus KS terjadi di jenjang pendidikan SD/MI. 


Dari 8 kasus KS yang semua dalam proses hukum, ada 11 pelaku dengan korban mencapai 101 anak di bawah umur.  Adapun korban KS di satuan pendidikan, ternyata anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan, dari  101 korban,  69 persen anak laki-laki dan 31 persen anak perempuan.  Adapun pelaku KS  72 persen adalah guru laki-laki dan 28 persen murid laki-laki. 


Sedangkan  wilayah kejadian KS terdiri dari 8 kabupaten/kota di  6 provinsi, yaitu kota Jogjakarta dan kabupaten Gunung kidul (DIY), kabupaten Gorontalo (Gorontalo), kota Palembang (Sumatera Selatan), kabupaten Bojonegoro dan Gresik (Jawa Timur), Kabupaten Agam (Sumatera Barat), dan kabupaten Karawang (Jawa Barat). 


Sekjen FSGI, Heru Purnomo menyatakan lembaganya mengecam keras seluruh tindakan kekerasan di lembaga pendidikan.


"FSGI mendukung kepolisian memperoses kasus kasus kekerasan seksual terhadap anak dan mengingatkan penggunaan UU Perlindungan Anak," kata Heru, Sabtu (10/8/2024)


Ia juga menyatakan karena pelaku adalah guru atau pendidik atau pengasuh maka hukuman dapat diperberat 1/3 karena pendidik merupakan orang terdekat korban. 


"Pelaku harus dihukum maksimal atau seberat beratnya sesuai peraturan perundangan. Korban juga dipastikan mendapatkan hak  pemulihan psikologi serta restitusi," ujarnya.


FSGI, lanjutnya, juga mendorong Kementerian Agama bertindak tegas terhadap satuan Pendidikan di bawah kewenangannya sesuai peraturan perundangan. 


"Jangan berhenti disitu saja, Kemenang harus segera mengevaluasi satuan pendidikan tersebut. Juga memastikan anak-anak terlindungi, dan terpenuhi hak atas pendidikannya, juga pemulihan psikologinya. Harus difasilitasi dicarikan satuan Pendidikan lain ketika korban hendak pindah atau mutasi karena trauma," ujarnya lagi.


FSGI mendorong Kemenag segera mensosialisasikan secara masif Peraturan Mentera Agama No 73/2022 tentang pencegahan dan penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Pada Kementerian Agama. 


"Aturan yang bagus, jika tak dipahami  maka tidak dapat diimplementasikan. Salah satu hal penting yang harus diimplementasikan adalah penyediaan kanal pengaduan daring dan luring yang mampu melindungi korban dan saksi," pungkasnya.


Sebagai informasi, FSGI juga mencatat sepanjang 2024, kasus kekerasan di lembaga pendidikan berasrama kembali  terjadi di  sekolah berasrama. 


Pertama, di Pondok Pesantren  MTI di kabupaten Agam (Sumatera Barat) dengan anak  korban mencapai 40 satri  dan pelaku 2 oknum pendidik, salah satunya pengasuh asrama. Modusnya, anak korban dipanggil ke kamar pelaku untuk memijat yang kemudian anak korban di cabuli.


Kedua, di Pondok Pesantren AI di kabupaten Karawang (Jawa Barat) dengan anak korban mencapai 20 santriwati dan pelaku adalah pengasuh/guru. Modusnya adalah memberi sanksi santriwati dengan membuka pakaian dan diraba payudaranya  saat sedang mengaji. Seharusnya, pendisiplinan dilakukan oleh Guru perempuan/ustadzah jika satriwati dan sanksi harusnya yang mendidik bukan merendahkan dan melecehkan.  


Pelaku sempat memberikan klarifikasi  di media bahwa tidak ada kekerasan seksual di lembaga pendidikannya, namun setelah itu pelaku malah buron, kemungkinan pelaku melarikan diri setelah tahu ada pelaporan ke pihak kepolisian. 


Dan ketiga, Pondok Pesantren di Dukun, Kabupaten Gresik (Jawa Timur) dengan 1 anak korban yang merupakan santriwati di Ponpes tersebut yang dititipkan pemerintah daerah untuk melanjutkan pendidikan setelah mengalami kekerasan seksual dari tetangganya tahun 2021 ketika berusia 13 tahun. 


Namun, saat dititipkan di Ponpes ini diduga kuat malah mendapatkan kekerasan seksual dari Pelaku yang merupakan Kyai yang juga pendidik di Ponpes tersebut.  Kasus dalam proses penyelidikan oleh kepolisian. (Sheva Ramadhan)