Notification

×

Iklan

Iklan

Persaudaraan Tapol dan Napol Bertemu, Diskusikan Situasi Nasional

Selasa, 20 Agustus 2024 | 12:39 WIB Last Updated 2024-08-20T05:39:55Z

Persaudaraan Tapol dan Napol Bertemu, Diskusikan Situasi Nasional
Persaudaraan Politik Tapol dan Napol di Pulau Dua Resto, Jakarta Selatan/Ist/akuratnews.id


AKURATNEWS.ID, JAKARTA - Salah satu tahanan politik (tapol) Diko Nugraha mengaku pementasan "Persaudaraan Tapol dan Napol" terjadi karena kesalahan prosedur seperti yang terjadi pada kasus pembunuhan Vina Cirebon. Meski kesalahan ini berdampak ke depan, namun para aktivis diminta berbesar hati demi membawa Indonesia maju.

 

Sikap tersebut disampaikan Diko usai menghadiri acara "Persaudaraan Politik Tapol & Napol" yang digelar di Pulau Dua Resto, Jakarta Selatan, Sabtu 17 Agustus 2024. Hadir dalam acara tersebut Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda Islam (GPI), sejumlah aktivis nasional, antara lain; Syahganda Nainggolan, Ratna Sarumpait, Egy Sudjana dan Hatta Taliwang. Mereka merupakan tokoh aktivis yang menggeluti urusan politik di era Presiden Jokowi.

 

“Dalam forum silaturahmi ini kita akan berkumpul dan bersilaturahmi. Sekaligus berdiskusi dan berdiskusi berbagai perkembangan persoalan situasi nasional,” kata Diko di salah satu kafe kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (19/08/2024). .

 

Pria yang menjadi tapol karena peristiwa Makar 313 ini menyambut positif peristiwa tersebut. Momen ini, kata Diko, merupakan kesempatan untuk bertatap muka, bersilaturahmi, berdiskusi, dan bertukar pikiran antar sesama aktivis.

 

“Sebagai aktivis nasional, kita mempunyai kewajiban untuk bersama-sama menata dan membangun Indonesia ke depan. “Menuju ke arah yang lebih maju,” imbuhnya.

 

Lanjut Diko, yang luput dari peristiwa itu adalah alasan mereka menjadi tahanan politik. Ia menegaskan, status yang melekat ini berpengaruh besar terhadap masa depan mereka. Ia mengatakan, statusnya saat ini adalah tapol yang kebetulan menjadi tahanan rumah atas tuduhan makar.

 

“Kami (seluruh aktivis Makar 313) diduga melakukan rencana yang sah untuk menggulingkan presiden atau pemerintah. Saya menilai kejadian ini bukan sekadar peristiwa politik, tapi sekadar soal salah tangkap. “Itu hanya kesalahan pengambilan kebijakan dan teknis prosedur,” tegas Ketua PP GPI ini.

 

Saat ini, lanjutnya, ia masih berstatus tersangka tapol yang menjalani tahanan rumah. Terkait kondisi tersebut, Diko mengaku setelah melalui pergulatan psikologis yang cukup panjang, dirinya bisa memahami apa yang terjadi.

 

“Saya sebagai warga negara dengan ini memaafkan semua pihak yang terlibat. Saya sadar betul, jika saya tidak memaafkan kejadian salah tangkap dan salah menuduh kami sebagai tersangka makar, tentu Indonesia tidak akan bisa berkembang lebih baik. Sebab kamu akan terus diliputi perasaan marah, kecewa dan dendam. “Pada akhirnya, proses kita sebagai anak bangsa untuk berkonsentrasi memajukan bangsa ini tidak tercapai,” kata Diko.

 

Ia berharap rekan-rekan aktivis yang mengalami hal yang sama seperti dirinya bisa diberi semangat. Jangan terus memendam sikap-sikap negatif yang berpotensi melakukan hal-hal yang berdampak buruk bagi kemajuan bangsa.

 

“Saya minta kepada teman-teman, jangan melakukan atraksi politik. Terlepas dari situasi nasional, ada pemilu daerah, ada transisi pemerintahan. Sebagai warga negara, sebagai anak bangsa, sebagai anak asli Indonesia, kewajiban saya adalah tetap menghormati proses pemerintahan yang sah. “Tetap ikuti aturan hukum yang berlaku di bumi ini dan hormati hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara Indonesia,” ujarnya.

 

Diko mengaku bersedia menjadi pionir dalam mewujudkan hal tersebut. Ia optimistis sikap positif para aktivis yang menjadi tapol dan tahanan politik juga akan berdampak positif bagi kemajuan bangsa.

 

“Saya siap bekerja sama membangun Indonesia yang lebih baik, maju, tanpa amarah, tanpa dendam, tanpa kekecewaan. Optimis. Kita semua bersaudara, kita semua adalah satu. “Bangsa Indonesia yang satu,” kata Diko.

 

Kasus Tahanan Politik Seperti Kasus Vina Cirebon

 

Padahal, jelas Diko, tidak semua aktivis yang berstatus tahanan politik atau tapol dikenakan hukum pidana Makar seperti pada pasal 104 junto 107. Pasal tersebut hanya bisa diterapkan jika perbuatan tersebut berujung pada penggulingan kekuasaan yang sah. pemerintah.

 

"Apakah ada tindakan yang jelas-jelas akan membunuh presiden, misalnya membuat negara baru, semacam itu. Buktinya juga harus jelas. Seperti bom, senjata api, senjata api, meriam otomatis. Nah, kalau kita, itu tidak ada." ada. Saya akui dari dulu sampai sekarang, pemerintahan yang ada selama ini adalah pemerintahan yang sah. Kita menyuarakan kritik, bukan menumbangkan kekuasaan. “Sudah saatnya pemerintahan yang sah bersikap anti kritik,” tegas Diko.

 

Oleh karena itu, kata dia, ia menjadi tapol dengan status tahanan rumah hanya karena kesalahan prosedur. Ia pun mencontohkan kasusnya pada kasus salah tangkap dalam kasus pembunuhan Vina Cirebon. Dimana ada seorang kuli bangunan yang disebut sebagai tersangka pembunuh Vina. Akhirnya setelah diproses dan ditinjau praperadilan, ia dinyatakan tidak bersalah.

 

“Kalau saya, tapol itu ada karena salah tangkap, seperti kasus Vina Cirebon. Mungkin kejadian itu juga kita alami. Ada kekeliruan, salah tangkap dan ini harus diluruskan. dievaluasi, demi integritas penegakan hukum ke depan,” jelas Diko.

 

Ia berharap pemerintah segera mengakhiri kesalahan prosedur yang terjadi di kalangan tapol dan tapol. Namun Diko mengingatkan, di era kepemimpinan mana pun, tragedi seperti ini harus segera diakhiri.

 

“Karena kebenaran tidak bisa salah dan yang salah tidak akan menjadi benar. Saya yakin akan hal itu. “Bahwa sehebat apapun kesalahan yang diperbuat akan melahirkan kebenaran yang sesungguhnya,” pungkas Diko Nugraha.