Notification

×

Iklan

Iklan

Masuk Pasar Ekspor Ada Aturan, Ditjen PPI Jadi Garda Terdepan Perundingan

Minggu, 13 Oktober 2024 | 14:38 WIB Last Updated 2024-10-13T07:38:42Z

Masuk Pasar Ekspor Ada Aturan, Ditjen PPI Jadi Garda Terdepan Perundingan
Ketua Tim Implementasi, Sekretariat Direktorat Jenderal PPI Kemendag, Aditya Yoga/Foto: Noorwan/akuratnews.id


AKURATNEWS.ID, TANGERANG - Ada aturan main terkait dengan regulasi tiap negara dalam rangka masuknya produk. Untuk itu, pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kementerian Perdagangan hadir untuk menegosiasikan aturan yang ada.


Ditemui di Gelaran Trade Expo Indonesia 2024, Ketua Tim Implementasi, Sekretariat Direktorat Jenderal PPI Kemendag, Aditya Yoga menjelaskan, PPI Kemendag fokus untuk perundingan dalam rangka pembukaan akses pasar Indonesia secara internasional, yang mana dijelaskannya ada berbagai macam cara terkait akses pasar.


“Kalau bicara tentang pasar internasional, yang jadi tantangan dari sisi tarif maupun non tarif. Nah, perundingan untuk membuka akses pasar itu fokusnya ke dua hal itu. Misalkan selama ini kita fokus untuk perundingan dalam rangka penurunan tarif. Nah, secara umum perundingan itu mengarah ke sana. Kemudian sebagai hasil akhir dari perundingan itu kita punya biasanya semacam agreement, free trade agreement,” ujar Yoga, di booth PPI, ICE BSD, beberapa waktu lalu.


Lebih jauh Yoga menjelaskan, dalam perundingan tersebut secara umum perundingan menghasilkan Support Center Free Trade Agreement (FTA) atau Support Center Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), yang di dalamnya ada penurunan tarif dan berbagai kerja sama untuk meningkatkan perdagangan..


“Nah dua itu sebagai bentuk akhirnya, hasil dari perundingan yang nantinya akan menurunkan hambatan tarif tadi untuk masuk ke negara mitra kita. Kita dapat penurunan atau penghabisan tarif. Jadi barang kita ketika dijual ke negara mitra FTA kita akan lebih murah dibanding negara yang tidak punya kerja sama,” ungkapnya.


“Nah, selain itu juga ada juga akses pasar dalam konteks nontarifnya. Jadi misalkan kalau tarif baratnya soal biaya, persentase, semacam biaya, nah, kalau yang nontarif itu lebih kepada regulasi-regulasi di negara mitra yang membuat kita mungkin kesulitan untuk masuk ke sana,” lanjutnya.


Yoga juga memberikan gambaran, bagaimana tarif tersebut juga berhubungan dengan produk yang diusung, artinya produk yang spesifik.


“Jadi basisnya di perundingan itu adalah Harmonized System Code (HS Code) kalau di barang. Jadi kalau nontarif itu nanti bisa regulasi di sana yang mungkin kita terlalu tinggi, jadi kita nggak bisa memenuhi itu. Nah, mungkin ada upaya-upaya untuk bagaimana kita bisa memenuhinya. Apakah kita diberikan capacity building atau hal lain. Atau kita punya agreement yang bisa membuat standar kita itu diterima di sana,” ujar Yoga.


“Kurang lebih secara basic semacam itu kalau untuk barang,” lanjutnya.


Terkait dengan Jasa, Yoga memaparkan, produk jasa biasanya berkaitan dengan akses dalam rangka memberikan kelancaran dalam rangka proses perdagangan jasa dengan negara mitra.


“Banyak, jasa lebih luas dari barang. Secara lebih luas lagi, FTA atau CEPA itu ya bisa macam-macam. Jika dulu itu ada perdagangan barang, perdagangan jasa, investasi semua ini dibahas, ke depan itu semakin luas, bahkan cakupannya bisa semakin lebih luas dari perdagangan, tetapi berkaitan dengan perdagangan juga. Misalkan berkembang soal ekonomi hijau, ekonomi digital dan lain-lain,” paparnya.


Yoga juga menyebutkan, tujuan kebijakan yang diambil adanya kerja sama. Sehingga tujuan akhirnya perdagangan antara Indonesia dengan negara mitra menjadi lebih lancar, lebih mudah dan perdagangan Indonesia meningkat.


“Nah itu kronologis kenapa perundingan itu perlu dilakukan,” katanya.


Yoga juga memberikan catatan, bahwa kesepakatan-kesepakatan yang diambil akan menentukan standarisasi produk, yang akhirnya akan melahirkan keuntungan berupa fasilitas terkait kebijakan-kebijakan di negara-negara mitra.


“Di negara masing-masing itu pasti harus mengikuti aturan yang ada . Makanya itu nanti juga akan jadi bagian dari yang dibahas. Tapi secara basic ada beberapa kelebihan atau fasilitas, ada yang dimudahkan. Tapi tetap kita harus memenuhi standar yang ada,” imbuhnya.


“Eropa misalkan. Mereka fokus kepada isu lingkungan yang cukup besar. Nah, barang-barang masuk ke pasar sana harus memenuhi beberapa standar. Misalkan lebih ke ekonomi hijau. Kita gak bisa asal kirim barang, meskipun tarif kita sudah turun. Tetapi kalau barang kita kualitasnya belum memenuhi standar di sana, Ya... Akhirnya jadi gak bisa masuk,” lanjutnya.


Saling Kolaborasi


PPI Kemendag dalam rangka mendorong para pelaku usaha, hingga ke UMKM yang ingin melebarkan sayap bisnisnya di pasar ekspor mengusung konsep kolaborasi dengan lembaga atau stakeholder, dengan mengusung dua program utama untuk bisa meningkatkan utilisasi FTA dan untuk meningkatkan pelaku usaha ke pasar global.


“Pertama itu kita punya kegiatan sosialisasi. Kita biasanya kerjasama dengan dinas daerah, kemudian dengan asosiasi, dan juga di Kemendag itu juga ada perwakilan perdagangan di luar negeri. Jadi intinya kita akan selalu sama-sama dengan stakeholder lainnya yang sama-sama bertujuan untuk bisa membawa pelaku usaha kita bisa masuk ke pasar global,” katanya.


“Sosialisasi ini bentuknya juga macam-macam. Bisa dalam skala besar, bisa dalam bentuk skala lebih kecil, jadi terbatas produk, misalkan kepada sektor tertentu saja, karena kan perjalanannya juga detail ya, aturan yang ada di produk A bisa jadi beda dengan produk B. Biasa segmennya tergantung produknya juga, tergantung negara tujuannya juga,” lanjutnya.


Lebih jauh, ke point kedua, Yoga menjelaskan sebagai tindak lanjutnya saat ini PPI Kemendag memiliki FTA Support Center dan FTA Center. Setelah dilakukan sosialisasi, follow up yang dilakukan pelaku usaha itu sudah mengetahui ada FTA, akan ada awareness.


“Oh ada peluang ada FTA ke pasar. Nah, biasanya muncul pertanyaan, gimana caranya? Nah dengan begitu, kita punya program FTA Center dan FTA  Support Center, untuk menyediakan konsultasi, edukasi secara lebih detailnya dan didampingkan oleh para tenaga ahli untuk bisa menjelaskan atau menjawab pertanyaan yang mungkin di hadapi setiap pelaku usaha,” jelasnya.


“Nah, FTA Center, FTA Support Center ini kita fokuskan kepada supaya nanti bisa mendampingi pelaku usaha sampai bisa memanfaatkan FTA itu dengan baik. Misalnya contohnya untuk bisa mendapatkan tarif preferensi tadi, si pelaku usaha ekspor ini kan dia perlu untuk mengurus surat keterangan asal. Gimana cara mendapatkan surat keterangan asal? Nanti mungkin ada perhitungan, misalnya biaya produksi, itu kan harus memenuhi kriteria tertentu. Nah itu nanti bisa diajari.  Intinya, dibukakan pasarnya, dicarikan pasar kemana dan seterusnya, sampai bisa intensif ekspor,” papar Yoga.


PPI Kemendag melalui program FTA Center, FTA Support Center memiliki tiga kantor pelayanan, antara lain di Jakarta, Bandung dan Semarang, yang bisa langsung didatangi dalam rangka konsultasi terkait eksport produk.


“Bisa janjian. Pokoknya daftar registrasi untuk konsultasi. Nanti kalau tempatnya jauh bisa di jadwalkan Zoom semua dipermudah. Ada email atau kita bisa lewat WA. Pokoknya daftar registrasi dulu, bisa diatur jadwalnya untuk konsultasi, semua bisa online, boleh datang langsung. Kalau datang langsung bisa cerita banyak, bisa dijadwalkan,” tegasnya.


“Jadi harapannya meningkatkan kemanfaatan FTA ini sampai pelaku Indonesia bisa menembus ekspor dengan lebih kompetitif,” pungkasnya.


Sebagai informasi, terkait dengan konsultasi untuk wilayah Jakarta, Kemendag membuka layanan di Gedung1 Lantai 4 Kemendag atau di nomor headline 0811 1827082/0811 1627 084. Untuk wilayah Jawa Barat, Bale Motekar Bandung, Lantai 3 atau di  nomor headline 0813 1266 6631. Wilayah Jawa Tengah, bisa datang ke Gedung Dinas Perindustrian dan Perdagangan Lantai 3 atau nomor headline 08522 2543 1055/0822 2543 1066.