Notification

×

Iklan

Iklan

Kisah Hipotermia Gunung Slamet, Ujian Solidaritas Pendaki

Sabtu, 04 Januari 2025 | 07:25 WIB Last Updated 2025-01-04T00:25:06Z

Kisah Hipotermia Gunung Slamet, Ujian Solidaritas Pendaki
Ilustrasi pendaki disabilitas bersama dengan aparat dari TNI/Foto. Istimewa/akuratnews.id


AKURATNEWS.ID, JAKARTA - Pendakian Gunung Slamet pada Minggu, 29 Desember 2024 lalu menyisakan hikmah yang mendalam bagi para pendaki. Dalam video viral yang diunggah akun TikTok @davin.aswngga, seorang pendaki yang mengalami hipotermia terlihat ditinggalkan oleh teman-temannya. Pendaki tersebut hanya ditemani oleh satu orang lain di luar rombongannya, sementara anggota timnya memilih untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak.


Kejadian ini menuai keprihatinan, termasuk dari Dar Edi Yoga, pendiri Elpala SMA 68 Jakarta sekaligus anggota Top Ranger And Mountain Pathfinder (TRAMP) yang pernah menjadi manajer pendakian bagi pendaki disabilitas Sabar Gorky ke empat puncak tertinggi di dunia tersebut. "Ini bukan sekadar masalah individu, tetapi cerminan lemahnya kesadaran akan nilai kebersamaan dalam pendakian," katanya, Jumat (3/1).


Menurut Dar, pendakian bukan sekadar mencapai puncak, tetapi perjalanan kolektif yang menuntut tanggung jawab dan solidaritas. "Puncak gunung memang tidak akan ke mana-mana, tetapi nyawa manusia tidak akan tergantikan," ungkapnya. Keputusan meninggalkan rekan yang membutuhkan pertolongan dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap semangat kebersamaan.


Dar menegaskan bahwa pendakian adalah ujian sejati bagi tim. "Ketika satu orang jatuh, seluruh tim harus bekerja sama untuk bangkit. Di situlah letak kesuksesan sejati," ungkapnya.


Dar mengenang pengalamannya mendampingi Sabar Gorky, seorang pendaki difabel yang berhasil menaklukkan puncak-puncak tertinggi dunia. Dalam ekspedisi itu, keselamatan anggota tim selalu menjadi prioritas utama. "Kami pernah berhenti mendaki meski sudah dekat dengan puncak, karena keselamatan satu orang lebih penting dari apa pun," kenangnya.


Menurutnya, keberhasilan pendakian tidak hanya diukur dari hasil akhir, tetapi juga dari proses yang mencerminkan kekompakan, empati, dan tanggung jawab. "Pendakian adalah miniatur kehidupan, di mana kita belajar menghargai orang lain," imbuh pria yang juga pengurus PWI Jaya ini.


Dar Edi Yoga mengingatkan bahwa hipotermia merupakan kondisi serius yang dapat mengancam jiwa. Ia menyayangkan tindakan tim yang memilih meninggalkan pendaki dalam kondisi kritis. "Sebagai pendaki, kita memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan seluruh anggota tim kembali dengan selamat," tuturnya.


Ia juga menghimbau agar kejadian ini menjadi pelajaran bagi komunitas pendaki agar lebih peka terhadap kebutuhan sesama. "Solidaritas merupakan fondasi utama dalam setiap perjalanan di alam bebas," tutur Dar.


Dar berharap kejadian di Gunung Slamet menjadi titik balik bagi para pendaki untuk menanamkan nilai-nilai kebersamaan. Ia mengingatkan bahwa pendakian merupakan perjalanan bersama, di mana keselamatan dan kebersamaan menjadi tujuan yang sebenarnya.


"Gunung akan selalu ada untuk kita daki lagi di lain waktu, tetapi hilangnya nyawa merupakan sesuatu yang tidak dapat dikembalikan," pungkasnya.


Kejadian ini bukan hanya menjadi kisah pilu, tetapi juga cermin yang mengingatkan kita akan pentingnya solidaritas, tanggung jawab, dan empati dalam setiap langkah yang kita ambil bersama di alam bebas.