Notification

×

Iklan

Iklan

Sosialisasi Minim, Pembangunan BTS di Jatinegara Cakung Tuai Kontroversi

Rabu, 05 Maret 2025 | 15:06 WIB Last Updated 2025-03-05T08:06:34Z

 

Sosialisasi Minim, Pembangunan BTS di Jatinegara Cakung Tuai Kontroversi
Pembangunan BTS yang menuai kontroversi/Foto. Ist/akuratnews.id

AKURATNEWS.ID, JAKARTA – Warga di Jl. Jatinegara Lio RT 2 RW 4, Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur menolak pembangunan Base Transceiver Station (BTS) yang diduga milik provider Indosat dan Tri. Menara setinggi 28 meter tersebut berdiri di atas lahan milik seorang warga bernama Rohendi, dengan luas sekitar 3x4 meter, dan berada di tengah pemukiman padat.


Ketua Karang Taruna setempat, Aji Sukma, mengungkapkan bahwa sejak awal warga tidak memperoleh informasi yang jelas mengenai proyek ini. 


“Saat sosialisasi pertama, pihak pengembang hanya mengatakan bahwa yang akan dibangun sebesar tiang listrik. Tapi sekarang yang berdiri justru tiang besar dengan ketinggian 28 meter, padahal awalnya direncanakan hanya 25 meter,” ujarnya saat ditemui di kediaman Indra, warga RT 16 RW 3, yang juga menolak proyek tersebut, Selasa (4/3).


Lebih lanjut, Aji Sukma mengungkapkan bahwa Karang Taruna tidak diundang dalam pertemuan awal antara warga dan pengembang. Selain itu, persetujuan warga diduga diperoleh dengan cara yang tidak transparan. “Warga hanya diminta menyerahkan KTP dan diberi kompensasi Rp500.000 tanpa penjelasan mendetail mengenai proyek tersebut,” tambahnya.


Polemik Perizinan dan Dugaan Penyegelan


Warga juga mempertanyakan keabsahan izin pembangunan BTS tersebut. Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa awalnya hanya 30 kepala keluarga (KK) yang menerima kompensasi, namun belakangan jumlahnya bertambah menjadi 50 KK.


Masalah semakin pelik ketika warga menemukan bahwa pembangunan tetap berjalan meskipun sudah ada penyegelan dari pihak terkait. “Segel tetap terpasang, tetapi pekerjaan tetap berjalan. Kami mendapat informasi bahwa pengembang mendapat izin dari Pak Imam, yang disebut-sebut sebagai Kepala Citata Kecamatan. Namun faktanya, segel tetap dirusak,” ungkap Aji Sukma.


Warga telah berulang kali mengajukan surat penolakan ke berbagai instansi, mulai dari kelurahan, kecamatan, hingga gubernur dan wali kota, tetapi belum mendapatkan tindak lanjut yang memuaskan. “Kami sudah tiga kali mengajukan surat penolakan, tapi tetap saja pembangunan berjalan,” katanya.


Keanehan dalam Pengumpulan Tanda Tangan Persetujuan


Selain minimnya sosialisasi, warga juga menemukan kejanggalan dalam proses pengumpulan tanda tangan persetujuan. Menurut informasi yang diperoleh, persetujuan warga tidak diajukan langsung oleh pihak pengembang, melainkan oleh RT setempat.


“Yang lebih aneh, surat persetujuan tersebut dalam keadaan blangko kosong, tanpa mencantumkan alamat RT, RW, kelurahan, atau kecamatan. Poin-poin penting, seperti rencana ketinggian, diameter, serta radius dampak menara, juga tidak tercantum di surat tersebut. Namun, warga dan bahkan RT RW sudah diminta menandatanganinya,” ujar Aji Sukma.


Kekhawatiran akan Keselamatan Warga


Menara BTS ini didirikan di atas bangunan yang sebelumnya merupakan rumah kontrakan, dengan atap dan lantai dua yang sudah dijebol untuk menopang struktur menara. Posisinya sangat dekat dengan rumah warga, hanya sekitar dua meter dari hunian penduduk.


Warga khawatir dengan risiko yang bisa ditimbulkan, terutama jika terjadi insiden seperti robohnya menara. “Bayangkan kalau roboh, dengan ketinggian 28 meter, pasti banyak rumah yang terdampak. Warga harus hidup dengan rasa khawatir setiap saat selama 11 tahun ke depan karena kontrak lahannya berlangsung selama itu,” jelas Aji Sukma.


RT Setempat Juga Menyoroti Ketidaksesuaian Dokumen


Ketua RT 2 RW 4, Lutfi, juga mengakui adanya ketidaksesuaian dalam proses pendirian BTS ini. “Dari sisi registrasi dan persetujuan awal, ada beberapa warga yang sudah menolak, tapi nama mereka tetap dicantumkan. Pendistribusian dan pendataan warga juga tidak mencakup semua yang seharusnya,” jelasnya.


Lutfi menegaskan bahwa jika ada warga yang ingin mengajukan keberatan secara hukum, dirinya siap mendukung langkah tersebut. “Kalau memang dari warga ada yang ingin menempuh jalur hukum, saya sebagai pemangku wilayah akan mendukung. Yang penting, semua berjalan sesuai prosedur yang benar,” katanya.


Warga berharap pihak terkait segera turun tangan untuk mengevaluasi kembali proyek ini, termasuk memastikan keamanan serta legalitas pembangunan BTS di lingkungan mereka.